EFEK SAMPING YANG DIDAPATKAN SETELAH VAKSIN


Halo sobat CPers!

        Lama tidak berjumpa. Kali ini CP’Log kembali lagi dengan tema yang baru. Tema yang kami angkat kali ini yaitu tentang “Efek Samping yang Didapatkan Setelah Vaksin”, dimana tema ini sangat sesuai dengan keadaan ysekarang, yaitu masih menyangkut mengenai vaksinasi.

    Orang-orang yang telah melakukan vaksinasi Covid-19 dilaporkan mengalami gejala tertentu efek setelah dilakukannya vaksinasi Covid-19. Apakah efek samping yang muncul dapat dikatakan wajar? Lalu adakah gejala tertentu yang timbul setelah vaksinasi Covid-19?

     Mengutip dari kesmas kemkes, vaksin adalah produk biologi berisi antigen berupa mikroorganisme atau zat yang telah dihasilkannya diolah sedemikian rupa. Apabila diberikan kepada seseorang, maka orang tersebut dapat secara aktif kebal terhadap penyakit-penyakit tertentu

          Vaksinasi itu sendiri merupakan suatu proses dimana seseorang menjadi kebal dari suatu penyakit. Apabila suatu saat orang tersebut terkena penyakit tersebut, maka ia hanya akan merasakan gejala ringannya saja atau bahkan tidak sakit sama sekali.

Menurut WHO dalam who.int, sebagian efek samping yang dirasakan mereka yang disuntik vaksin adalah berupa pegal pada bagian yang disuntik, demam, sakit kepala, menggigil, diare, kedinginan. Efek samping yang disebut WHO sejalan dengan hasil uji yang dilakukan oleh Tim Riset Uji KlinikVaksin Covid-19 dari Universitas Padjadjaran yang menyebutkan bahwa efek samping setelah divaksin bersifat ringan.

        Efek tersebut bisa saja berbeda bergantung pada vaksin apa yang diberikan. Efek-efek samping di atas dapat bertahan atau bahkan baru dapat muncul setelah 24 jam kedepan. Namun jika terjadi efek samping seperti sesak napas, kehilangan kemampuan berbicara, linglung, atau efek-efek lain yang tidak biasa terjadi pada para penerima vaksin, ada baiknya Anda melaporkan hal tersebut kepada petugas medis untuk dipantau. Adapun efek samping yang tidak wajar terjadi dan dilaporkan pada WHO ialah timbulnya anafilaksis.

            Anafilaksis itu sendiri adalah reaksi gejala berat yang dialami imun tubuh akibat alergi yang berupa syok akibat kemunculan alergi yang secara tiba-tiba. Gejala tersebut dilaporkan sangat jarang terjadi. Pada kondisi-kondisi tertentu, Anda mungkin mendapati penerima vaksin yang dinyatakan positif Covid-19. Gejala ini bukanlah efek samping setelah proses vaksinasi.

  Menurut penjelasan dari Kemenkes yang MomsMoney kutip melalui sehatnegeriku.kemkes.go.id, antibodi tidak terbentuk sesaat setelah tubuh menerima vaksin. Antibodi dari vaksin membutuhkan waktu untuk membuat tubuh kebal terhadap virus. Sayangnya, banyak orang mengalami kesalahpahaman tentang hal ini. Mereka beranggapan bahwa setelah divaksin, boleh pergi dan berkerumun.

          Pada kenyataannya, Prof. Hindra selaku Ketua Komnas Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi mengatakan bahwa kekebalan tubuh baru akan terbentuk setelah 28 hari dari proses penyuntikan vaksin Covid-19 yang kedua. Proses meingkatnya kekebalan tubuh setelah vaksinasi pertama kemungkinannya sangat kecil. Jauh lebih efektif sekitar sebulan setelah dilakukannya vaksinasi yang kedua. Terjadinya kasus positif yang dianggap sebagai efek samping dari vaksinasi itu sendiri tidaklah benar. Yang benar adalah abainya prokes akibat merasa tubuh sudah kebal Covid-19 setelah divaksin. Sekali lagi, vaksin telah dinyatakan aman dan telah teruji melalui proses standar dan keamanan oleh WHO. Namun, perlu diingat untuk selalu patuh pada protokol kesehatan meski sudah divaksin. Hal ini berkaitan dengan sistem kekebalan tubuh yang tidak bisa langsung terbentuk, melainkan butuh waktu. Jika Anda abai, bukan tidak mungkin Anda akan terkena Covid-19 meski telah dilakukannya vaksinasi.

              Inilah efek samping 9 vaksin Covid-19 di Indonesia, mulai Sinovac hingga Convidecia

            Hingga saat ini, ada 9 jenis vaksin Covid-19 di Indonesia yang telah mendapatkan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan atau BPOM. Sekadar mengingatkan, pada 7 September 2021, kembali merilis izin penggunaan EUA untuk dua jenis vaksin Covid-19 di Indonesia. BPOM menegaskan bahwa semua jenis vaksin Covid-19 yang mendapat EUA telah melalui pengkajian yang intensif terhadap keamanan, khasiat, dan juga mutunya.

            Hingga saat ini, ada 9 jenis vaksin Covid-19 di Indonesia yang telah mendapatkan izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan atau BPOM. Sekadar mengingatkan, pada 7 September 2021, kembali merilis izin penggunaan EUA untuk dua jenis vaksin Covid-19 di Indonesia. BPOM menegaskan bahwa semua jenis vaksin Covid-19 yang mendapat EUA telah melalui pengkajian yang intensif terhadap keamanan, khasiat, dan juga mutunya. “Badan POM selalu berkolaborasi bersama para pakar dalam memastikan pemenuhan standar keamanan, khasiat, dan mutu vaksin. Kami melibatkan para pakar di bidang farmakologi, imunologi, klinisi, apoteker, epidemiologi, virologi, dan biomedik yang tergabung dalam tim Komite Nasional Penilai Khusus Vaksin Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), Indonesia Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), serta asosiasi klinisi terkait,” ujar Kepala BPOM Penny K. Lukito.

Berikut adalah 9 jenis vaksin Covid-19 yang telah mendapat EUA dari BPOM:

1.Sinovac

        Vaksin Sinovac adalah vaksin Covid-19 pertama di Indonesia yang mendapat izin penggunaan darurat dari BPOM. EUA diterbitkan oleh BPOM pada hari Senin, 11 Januari 2021. Izin penggunaan darurat terhadap Sinovac diberikan setelah BPOM mengkaji hasil uji klinis tahap III vaksin yang dilakukan di Bandung. BPOM juga mengkaji hasil uji klinis vaksin Sinovac yang dilakukan di Turki dan Brasil. Dari hasil analisis terhadap uji klinis fase III di Bandung menunjukkan efikasi vaksin Covid-19 Sinovac sebesar 65,3 persen. Vaksin yang dikembangkan oleh Sinovac Research and Development Co.,Ltd ini diberikan dua dosis. Baca Juga: China siap produksi massal vaksin COVID-19 berbasis mRNA, ini keunggulannya Jumlah setiap dosisnya 0,5 ml, dengan interval minimal pemberian antar dosis adalah selama 28 hari. Mengutip berita Kompas.com pada 16 Juli 2021, efek samping vaksin Sinovac menurut BPOM antara lain: nyeri, iritasi, pembengkakan, nyeri otot, dan demam. Adapun efek samping vaksin Sinovac dengan derajat berat seperti sakit kepala, gangguan di kulit atau diare yang dilaporkan hanya sekitar 0,1 sampai dengan 1 persen.

            Untuk menjaga mutu dan kualitasnya, vaksin Covid-19 ini harus disimpan dalam tempat penyimpanan dengan suhu stabil antara 2-8 derajat celsius. Pada setiap vial telah dilengkapi dengan dua dimensi barcode khusus yang menunjukan detail informasi dari setiap vial. Hal itu berfungsi untuk melacak vaksin dan mencegah pemalsuan vaksin.

2. Vaksin Covid-19 Bio Farma

            Satu bulan kemudian, tepatnya pada 16 Februari 2021, BPOM kembali mengeluarkan EUA untuk vaksin Covid-19 yang diproduksi oleh PT Bio Farma (Persero). Vaksin dengan nama produk vaksin Covid-19 itu memiliki nomor izin penggunaan EUA 2102907543A1. Vaksin yang diproduksi oleh PT Bio Farma ini berasal dari bahan baku vaksin yang secara bertahap telah dikirimkan oleh Sinovac. Vaksin ini memiliki bentuk sediaan vial 5 ml. Setiap vial berisi 10 dosis vaksin yang berasal dari virus yang di-inaktivasi. Untuk menjaga mutu dan kualitasnya, vaksin Covid-19 ini harus disimpan dalam tempat penyimpanan dengan suhu stabil antara 2-8 derajat celsius. Pada setiap vial telah dilengkapi dengan dua dimensi barcode khusus yang menunjukan detail informasi dari setiap vial. Hal itu berfungsi untuk melacak vaksin dan mencegah pemalsuan vaksin.

3. AstraZeneca

            Hanya berselang beberapa hari, BPOM kemudian kembali mengeluarkan EUA untuk vaksin Covid-19 buatan perusahaan farmasi Inggris, AstraZeneca, pada 22 Februari 2021 dengan nomor EUA 2158100143A1. BPOM memberikan izin penggunaan darurat untuk AstraZeneca usai melakukan evaluasi bersama Komite Nasional Penilai Obat dan pihak lainnya. Vaksin Covid-19 yang dikembangkan oleh AstraZeneca dan University of Oxford ini memiliki efikasi sebesar 62,1 persen. Baca Juga: Jangan cemas, kelompok komorbid tetap dapat divaksinasi Covid-19 Vaksin ini diberikan secara intramuskular dengan dua kali penyuntikan. Setiap penyuntikan dosis yang diberikan sebesar 0,5 persen dengan interval minimal pemberian antar dosis yaitu 12 minggu. Efek samping vaksin Astrazeneca bersifat ringan dan sedang. Berikut efek samping vaksin AstraZeneca: nyeri, kemerahan, gatal, pembengkakan, kelelahan, sakit kepala, meriang, dan mual.


4. Sinopharm






            Pada 29 April 2021, BPOM mengeluarkan EUA untuk vaksin Covid-19 Sinopharm dengan nomor EUA 2159000143A2. Vaksin Sinopharm didistribusikan oleh PT.Kimia Farma dengan platform inactivated virus atau virus yang dimatikan. Berdasarkan hasil evaluasi, pemberian vaksin sinopharm dua dosis dengan selang pemberian 21 hari menujukkan profil keamanan yang dapat ditoleransi dengan baik. Hasil uji klinik fase III yang dilakukan oleh peneliti di Uni Emirates Arab (UAE) dengan subjek sekitar 42 ribu menunjukan efikasi vaksin Sinopharm sebesar 78 persen. Efek samping vaksin Sinopharm yang banyak dijumpai adalah efek samping lokal yang ringan. Di antaranya seperti berikut: nyeri atau kemerahan di tempat suntikan, efek samping sistemik berupa sakit kepala, nyeri otot, kelelahan, diare, dan batuk.

5. Moderna

        Vaksin Covid-19 Moderna mendapat EUA dari BPOM pada Jumat, 2 Juli 2021. Berdasarkan data uji klinis fase ketiga menunjukkan efikasi vaksin Moderna sebesar 94,1 persen pada kelompok usia 18-65 tahun. Efikasi vaksin Moderna kemudian menurun menjadi 86,4 persen untuk usia di atas 65 tahun. Hasil uji klinis juga menyatakan vaksin Moderna aman untuk kelompok populasi masyarakat dengan komorbid atau penyakit penyerta. Komorbid yang dimaksud yakni penyakit paru kronis, jantung, obesitas berat, diabetes, penyakit lever hati, dan HIV. Baca Juga: Inilah 5 jenis vaksin Covid-19 yang sudah ada di Indonesia Beberapa efek samping yang paling sering dirasakan sebagai berikut: nyeri (di tempat suntikan), kelelahan, nyeri otot, nyeri sendi, dan pusing. Sementara itu, potensi gejala umum atau moderat yang muncul dapat berupa lemas, sakit kepala, menggigil, demam, dan mual.

6. Pfizer

        Selang dua pekan kemudian, BPOM kembali menerbitkan EUA untuk vaksin Covid-19 Pfizer pada 15 Juli 2021. Data uji klinik fase III menunjukkan efikasi vaksin yang dikembangkan oleh Pfizer Inc. dan BioNTech ini sebesar 100 persen pada usia remaja 12-15 tahun, kemudian menurun menjadi 95,5 persen pada usia 16 tahun ke atas. Beberapa kajian menunjukkan keamanan vaksin Pfizer ini dapat ditoleransi pada semua kelompok usia. Vaksin Pfizer diberikan secara intramuskular dengan dua kali penyuntikan. Setiap penyuntikan dosis yang diberikan sebesar 0,3 ml dengan interval minimal pemberian antar dosis yaitu 21-28 hari. Untuk efek samping pasca-vaksinasi, sebagian besar cenderung bersifat ringan. Berikut beberapa efek samping vaksin Pfizer yang umum dilaporkan: nyeri badan di tempat bekas suntikan, kelelahan, nyeri kepala, nyeri otot, nyeri sendi, dan demam.

7. Sputnik V

            BPOM menerbitkan EUA untuk vaksin Covid-19 Sputnik V. EUA diterbitkan oleh BPOM pada Selasa, 24 Agustus 2021. Vaksin Sputnik V digunakan untuk kelompok usia 18 tahun ke atas. Vaksin ini diberikan secara injeksi intramuscular dengan dosis 0,5 mL untuk 2 kali penyuntikan dalam rentang waktu 3 minggu. Vaksin yang dikembangkan oleh The Gamaleya National Center of Epidemiology and Microbiology di Russia ini menggunakan platform Non-Replicating Viral Vector (Ad26-S dan Ad5-S). Berdasarkan hasil kajian terkait dengan keamanannya, efek samping dari penggunaan Sputnik v merupakan efek samping dengan tingkat keparahan ringan atau sedang seperti flu yang ditandai dengan demam, menggigil, nyeri sendi, nyeri otot, badan lemas, ketidaknyamanan, sakit kepala, hipertermia, atau reaksi lokal pada lokasi injeksi. Sementara untuk efikasinya, data uji klinik fase 3 menunjukkan vaksin Sputnik V memberikan efikasi sebesar 91,6 persen dengan rentang confidence interval 85,6 persen- 95,2 persen.

8. Janssen





            Terbaru, BPOM mengumumkan EUA terhadap vaksin Covid-19 yang diproduksi Johnson & Johnson, yaitu Janssen Covid-19 Vaccine. Izin penggunaan darurat untuk vaksin Janssen diumumkan BPOM pada 7 September 2021. Vaksin Janssen digunakan untuk kelompok usia 18 tahun ke atas dengan pemberian sekali suntikan atau dosis tunggal sebanyak 0,5 mL secara intramuscular. Janssen adalah vaksin yang dikembangkan oleh Janssen Pharmaceutical Companies dengan platform Non-Replicating Viral Vector menggunakan vector Adenovirus (Ad26). Dalam hal efikasi, berdasarkan data interim studi klinik fase 3 pada 28 hari setelah pelaksanaan vaksinasi, efikasi vaksin Janssen untuk mencegah semua gejala Covid-19 adalah sebesar 67,2 persen. Baca Juga: Alhamdulillah! Kasus corona di Jakarta turun, 72%-86% tempat tidur rumah sakit kosong Kemudian efikasi untuk mencegah gejala Covid-19 sedang hingga berat pada subjek di atas 18 tahun adalah sebesar 66,1 persen. Reaksi lokal maupun sistemik dari pemberian vaksin Janssen Covid-19 menunjukkan tingkat keparahan grade 1 dan 2.

9. Convidecia




            EUA terhadap vaksin Covid-19 yang diproduksi CanSino, yaitu Convidecia diumumkan bersamaan dengan vaksin Janssen yaitu pada 7 September 2021. Vaksin Convidecia merupakan vaksin yang dikembangkan oleh CanSino Biological Inc. dan Beijing Institute of Biotechnology juga dengan platform Non-Replicating Viral Vector menggunakan vector Adenovirus (Ad5). Sama seperti Janssen, vaksin Covid-19 Convidecia juga digunakan untuk kelompok usia 18 tahun ke atas dengan pemberian sekali suntikan atau dosis tunggal sebanyak 0,5 mL secara intramuscular. Efikasi vaksin Convidecia untuk perlindungan pada semua gejala Covid-19 adalah sebesar 65,3 persen. Untuk perlindungan terhadap kasus Covid-19 berat, efikasi mencapai 90,1 persen. Dari hasil kajian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa dari sisi keamanan, secara umum pemberian vaksin Convidecia dapat ditoleransi dengan baik. Seperti Janssen, reaksi lokal maupun sistemik dari pemberian vaksin Convidecia menunjukkan tingkat keparahan grade 1 dan 2. KIPI dari pemberian vaksin Convidecia juga menunjukkan reaksi ringan hingga sedang. KIPI lokal yang umum terjadi, antara lain adalah nyeri, kemerahan, dan pembengkakan, serta KIPI sistemik yang umum terjadi adalah sakit kepala, rasa lelah, nyeri otot, mengantuk, mual, muntah, demam dan diare.




Itulah info mengenai beberapa efek samping yang didapatkan dari beberapa jenis vaksin.




Sampai jumpa di CPLog edisi bulan Oktober sobat CPers!





Berikut Link Kuesioner Tingkat Kepuasan CPLog edisi September, silahkan diisi setelah membaca sobat CPers


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

PUSTAKA IMAGINE

Tips Menjaga Pola Makan Meskipun Sibuk

Batas Wajar Konsumsi Gula Dalam Sehari